Hamas Tuduh Israel Bajak Kapal Gaza. Pada 2 Oktober 2025, Hamas secara terbuka menuduh Israel melakukan pembajakan kapal terhadap armada bantuan kemanusiaan yang menuju Gaza, menyebut aksi itu sebagai “kejahatan perompakan dan penculikan” yang melanggar hukum internasional. Insiden ini terjadi ketika angkatan laut Israel mencegat Flotilla Global Sumud di perairan internasional, menangkap puluhan aktivis termasuk Greta Thunberg dan memindahkan kapal-kapal ke pelabuhan Ashdod. Armada yang membawa makanan, obat-obatan, dan peralatan medis itu berangkat dari pelabuhan Eropa dan Turki, bertujuan menembus blokade Gaza yang sudah berlangsung 18 tahun. Tuduhan Hamas bukan sekadar retorika; ini bagian dari narasi lebih luas yang menyoroti penderitaan warga Gaza di tengah perang yang merenggut puluhan ribu nyawa sejak Oktober 2023, di mana bantuan sering tertunda atau dicegat. BERITA BOLA
Latar Belakang Flotilla Sumud: Hamas Tuduh Israel Bajak Kapal Gaza
Flotilla Global Sumud, yang berarti “ketabahan” dalam bahasa Arab, merupakan upaya sipil terbesar untuk menantang blokade Gaza sejak insiden Mavi Marmara 2010. Armada ini terdiri dari lebih dari selusin kapal yang membawa ribuan ton bantuan esensial, termasuk tenda untuk pengungsi dan vaksin untuk mencegah wabah di musim dingin. Aktivis dari berbagai negara, termasuk Italia, Spanyol, dan Turki, naik kapal ini, dengan Greta Thunberg sebagai ikon yang menekankan kaitan antara krisis iklim dan konflik. Mereka berlayar dari pelabuhan Catania di Italia dan Catania di Yunani pada akhir September, mengabaikan peringatan Israel untuk berbelok.
Intersepsi terjadi sekitar 100 mil laut dari pantai Gaza pada dini hari 2 Oktober, ketika pasukan khusus Israel naik ke kapal-kapal seperti Amal dan Sirius. Para aktivis melaporkan bahwa kapal-kapal itu berada di perairan internasional, membuat aksi Israel ilegal menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Ini bukan pertama kalinya; Israel telah mencegat upaya serupa sebelumnya, tapi skala kali ini lebih besar, dengan lebih dari 300 aktivis terlibat. Hamas, yang mengendalikan Gaza, melihat flotilla ini sebagai solidaritas global terhadap blokade yang mereka anggap sebagai bentuk penindasan kolektif.
Tuduhan Hamas dan Respons Israel: Hamas Tuduh Israel Bajak Kapal Gaza
Hamas tak segan mengecam aksi Israel sebagai “tindakan terorisme” dan “perompakan bajak laut modern”, mendukung penuh para aktivis dan menuntut pembebasan mereka segera. Dalam pernyataan resminya, kelompok itu menyebut intersepsi sebagai upaya sistematis untuk memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, di mana stok makanan PBB sudah menipis dan ribuan anak mengalami malnutrisi akut. Tuduhan ini diperkuat oleh klaim bahwa bantuan itu dicegat tanpa alasan keamanan yang jelas, meski Israel menuduh beberapa aktivis terkait Hamas tanpa bukti kuat.
Israel, di sisi lain, membela operasi sebagai “pencegahan standar” untuk mencegah provokasi yang bisa dimanfaatkan kelompok militan. Militer menyatakan bahwa kapal-kapal diperiksa untuk barang berbahaya, dan muatan bantuan akan didistribusikan melalui saluran resmi jika lolos. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut flotilla sebagai “tipu muslihat Hamas yang disamarkan sebagai kemanusiaan”, menekankan bahwa Israel sudah mengirim ribuan truk bantuan melalui darat. Para tahanan, termasuk Thunberg, kini ditahan di Ashdod menunggu deportasi, dengan laporan bentrokan minor tapi tanpa korban jiwa signifikan. Respons ini mencerminkan strategi Israel untuk mengontrol narasi, meski tuduhan Hamas berhasil menarik perhatian media global.
Dampak Kemanusiaan dan Reaksi Internasional
Intersepsi ini memperparah krisis di Gaza, di mana blokade sudah membatasi masuknya barang esensial, menyebabkan kelaparan dan kehancuran infrastruktur hingga 70 persen. Bantuan dari flotilla yang tertahan berarti penundaan kritis untuk ribuan warga yang bergantung pada pasokan luar, memicu kekhawatiran akan wabah penyakit di kamp pengungsi. Secara politik, ini mempersulit negosiasi gencatan senjata yang sedang dibahas, termasuk proposal dari AS untuk pertukaran sandera.
Reaksi dunia beragam tapi kritis. Turki membuka penyelidikan atas “kejahatan perampasan kebebasan dan pembajakan”, sementara Uni Eropa menuntut pembebasan aktivis dan investigasi independen. Amnesty International menyebutnya “pelanggaran hukum laut”, dan demonstrasi meletus di Berlin, Barcelona, serta Roma untuk mendukung flotilla. AS cenderung mendukung Israel, tapi tekanan dari sekutu Eropa bisa memengaruhi bantuan militer. Bagi Hamas, tuduhan ini memperkuat posisi mereka sebagai perlawanan terhadap “penjara terbuka”, sementara Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional yang semakin kuat.
Kesimpulan
Tuduhan Hamas terhadap pembajakan kapal Gaza oleh Israel pada Oktober 2025 menegaskan jurang yang dalam dalam konflik ini, di mana upaya kemanusiaan sering jadi korban prioritas keamanan. Dengan flotilla Sumud dicegat dan aktivis ditahan, Gaza semakin terisolasi, memperburuk penderitaan warga sipil yang tak bersalah. Meski Israel membela diri, tuduhan perompakan dari Hamas dan dukungan global menunjukkan bahwa blokade ini tak lagi bisa diabaikan. Ke depan, diperlukan mediasi netral untuk membuka saluran bantuan aman, agar insiden seperti ini tak berulang dan perdamaian jadi lebih dari sekadar kata-kata. Tanpa itu, ketegangan hanya akan memuncak, meninggalkan luka yang lebih dalam bagi semua pihak.