Puluhan Kapal Dicegat Oleh Israel. Gelombang protes global meledak setelah militer Israel mencegat puluhan kapal dari Global Sumud Flotilla yang berusaha pecah blokade Gaza pada awal Oktober 2025. Dari 44 kapal yang berangkat dari Italia akhir September, hampir semuanya dicegat di perairan internasional, dengan lebih dari 450 aktivis dari 20 negara ditahan—termasuk nama besar seperti Greta Thunberg dan Mandla Mandela, cucu Nelson Mandela. Insiden ini, yang dimulai 1 Oktober, bawa 500 ton bantuan kemanusiaan seperti makanan dan obat-obatan, tapi berakhir dengan kapal-kapal disita dan penumpang dibawa ke Tel Aviv. Israel sebut tindakan itu demi keamanan, tapi koalisi flotilla tuduh pelanggaran hukum laut internasional. Di tengah krisis Gaza yang sudah tewaskan 41 ribu jiwa, penangkapan ini jadi simbol perlawanan sipil versus blokade ketat—dan satu kapal, Marinette, mungkin lolos ke pantai Gaza. Saat dunia pantau, ini bukan cuma soal bantuan; ia ujian moral di Timur Tengah yang terpecah. BERITA VOLI
Kronologi Penangkapan: Dari Pelabuhan Italia ke Perairan Gaza: Puluhan Kapal Dicegat Oleh Israel
Global Sumud Flotilla berangkat 25 September dari Catania, Italia, gabung aktivis dari Swedia, Spanyol, AS, dan lainnya, dengan misi tegas: buka koridor maritim permanen ke Gaza yang diblokade Israel sejak 2007. Kapal-kapal ini, termasuk yang dinaiki Thunberg, rencana sandar di Ashdod untuk inspeksi sebelum lanjut—tapi militer Israel naik paksa mulai 1 Oktober, deteksi 13 kapal utama di perairan internasional 100 mil dari pantai Gaza. Dalam hitungan jam, pasukan khusus Israel naik kapal, nonaktifkan komunikasi, dan tahan penumpang tanpa perlawanan signifikan—meski ada laporan dorong-dorongan ringan.
Satu per satu, kapal diseret ke pelabuhan Israel: Mikeno, yang bawa Mandla Mandela, tiba Tel Aviv pagi 2 Oktober; yang lain ikut segera. Hanya Marinette yang hilang dari radar—pelacakan GSF tunjukkan ia mungkin capai Gaza, bawa 50 ton bantuan pertama yang lolos blokade tahun ini. Israel klaim tak ada yang masuk zona blokade, tapi aktivis bilang intersepsi di perairan bebas langgar UNCLOS. Bantuan disita untuk “inspeksi keamanan”, meski tak ada bukti senjata—mirip insiden Mavi Marmara 2010 yang tewaskan sembilan orang. Di 2025, dengan perang Gaza mandek, kronologi ini bukti: laut tetap rute terakhir, meski berisiko tinggi.
Reaksi Internasional: Protes dan Tuduhan Pelanggaran Hukum: Puluhan Kapal Dicegat Oleh Israel
Penangkapan ini langsung picu badai diplomatik. Turki, host inisiatif flotilla, sebut itu “pembajakan bajak laut” dan tuntut PBB campur tangan—Presiden Erdogan telepon Netanyahu, ancam boikot dagang. Afrika Selatan, via Cyril Ramaphosa, tuntut bebaskan Mandla Mandela, sambungkan ke kasus ICJ soal genosida Israel. UE, lewat Josep Borrell, minta akses konsuler ke 450 tahanan—banyak warga Eropa—dan sebut intersepsi “pertanyaan serius” soal hukum maritim. Amnesty International kecam sebagai “ilustrasi tekad Israel lanjutkan kelaparan Gaza”, langgar konvensi Jenewa soal bantuan sipil.
AS, sekutu Israel, lebih hati-hati: Menteri Luar Antony Blinken sebut “kebebasan berekspresi penting, tapi keamanan prioritas”—tapi kritik domestik naik, terutama dari progresif soal Thunberg. Di Gaza, Hamas puji flotilla sebagai “perlawanan sipil”, sementara warga sipil harap bantuan lolos. Demo meledak di London dan Paris, dengan ribuan tuntut bebaskan tahanan. Israel balas: “Kapal bawa provokasi Hamas”, tapi tak bukti—Netanyahu bilang tindakan itu selamatkan nyawa. Reaksi ini tunjukkan: flotilla tak cuma bawa makanan, tapi bawa sorotan dunia ke blokade yang tewaskan 90 persen infrastruktur Gaza.
Dampak pada Gaza dan Komitmen Flotilla ke Depan
Bagi Gaza, penangkapan ini tambah pilu: 500 ton bantuan tertahan bikin kelaparan tambah parah—WHO laporkan 500 ribu anak gizi buruk, dan obat habis di rumah sakit yang tinggal 16 beroperasi. Satu kapal lolos beri harapan kecil—bawa susu bayi dan obat yang langsung distribusi di Rafah—tapi itu cuma setetes di lautan kebutuhan. Blokade, yang Israel pertahankan demi “hentikan teror”, bikin 2 juta jiwa bergantung truk darat minim—hanya 10 persen masuk. Aktivis bilang, laut jadi simbol: jika darat gagal, laut tantang status quo.
Flotilla tak mundur; koalisi rencanakan misi November, dengan dukungan lebih besar dari UE yang janji €500 juta jika koridor buka. Tahanan seperti Thunberg tweet via tim: “Blokade tak manusiawi; kami akan kembali.” Di 2025, dengan rencana damai Trump mandek, ini jadi tekanan: setiap kapal dicegat tambah sorotan global. Dampaknya luas—ekonomi Gaza minus 80 persen, dan migrasi paksa 1,9 juta orang tambah beban regional. Flotilla ingatkan: bantuan bukan amal; ia hak, dan laut tetap jalan meski berbahaya.
Kesimpulan
Penangkapan puluhan kapal Global Sumud oleh Israel pada Oktober 2025 bukan akhir perlawanan—ia awal babak baru tekanan global ke blokade Gaza. Dari kronologi intersepsi hingga protes dunia, insiden ini soroti krisis kemanusiaan yang tak tertahankan: 41 ribu tewas, ribuan luka parah, dan bantuan terhambat. Saat satu kapal lolos dan flotilla janji misi lagi, pesan jelas—damai tak datang dari tembok laut, tapi dialog. Israel, dengar jeritan Gaza; dunia, dukung koridor ini. Di Timur Tengah yang terluka, kapal-kapal ini bukan ancaman—ia harapan terapung.