israel-kembali-menyerang-gaza-tewaskan-118-orang

Israel Kembali Menyerang Gaza, Tewaskan 118 Orang. Pagi 8 Oktober 2025, dua tahun tepat setelah serangan brutal Hamas yang tewaskan 1.200 warga Israel, Gaza kembali dirundung ledakan dan jeritan. Serangan Israel dalam empat hari terakhir tewaskan 118 warga Palestina, termasuk puluhan anak-anak dan perempuan, meski panggilan ceasefire dari Presiden AS Donald Trump masih bergema. Kantor Media Pemerintah Gaza tuduh Israel abaikan janji damai sambil lanjutkan 230 serangan udara dan artileri ke area padat penduduk. Di tengah negosiasi tidak langsung di Kairo yang didorong Mesir dan Qatar, serangan ini picu kemarahan global dan sorotan tajam ke Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang tegas bilang perang lanjut hingga Hamas lenyap. Gaza, yang sudah hancur 70% infrastrukturnya, kini hadapi kelaparan massal dan krisis medis—dengan total korban jiwa melebihi 40 ribu sejak 2023. Ini bukan sekadar eskalasi; ia pengingat pahit bahwa anniversary perang justru bawa lebih banyak darah. Mari kita bedah kronologi, dampak, dan respons yang mengalir deras. BERITA BASKET

Kronologi Serangan: Dari Anniversary ke Ledakan Tak Berujung: Israel Kembali Menyerang Gaza, Tewaskan 118 Orang

Serangan dimulai tepat anniversary 7 Oktober, saat Israel luncurkan operasi “Iron Resolve” ke utara Gaza, targetkan terowongan Hamas di Jabalia. Dalam 24 jam pertama, 45 orang tewas akibat bom cluster di pasar ramai, diikuti artileri ke kamp pengungsi Rafah yang tewaskan 32 warga sipil. Kantor Kesehatan Gaza laporkan 118 korban total hingga pagi ini, dengan 60% perempuan dan anak-anak, plus ratusan luka-luka yang membebani rumah sakit yang sudah overload.

Netanyahu instruksikan IDF intensifkan serangan pasca-panggilan Trump untuk hentikan tembak-menembak, tapi militer Israel klaim ini “respons terhadap roket Hamas.” Dalam empat hari, drone dan jet F-35 hantam 50 target, termasuk sekolah dan klinik—satu serangan di Khan Younis tewaskan 25 orang saat antre bantuan makanan. Hamas balas dengan roket sporadis ke Sderot, tapi korban Israel minim. Di lapangan, saksi mata bilang serangan datang tanpa peringatan, dengan keluarga terkubur puing rumah mereka sendiri. Ini pola lama: Israel bilang target teroris, tapi dampak sipil jadi korban kolateral yang tak terhindarkan. Saat negosiasi di Kairo “masih berlangsung,” serangan ini bikin harapan damai pudar cepat.

Dampak Kemanusiaan: Gaza di Ambang Kolaps Total: Israel Kembali Menyerang Gaza, Tewaskan 118 Orang

Serangan terbaru ini tak hanya tambah angka korban; ia percepat krisis kemanusiaan yang sudah parah. Gaza, dengan 2,3 juta penduduk terkurung blokade, kini hadapi kelaparan akut—90% bergantung bantuan PBB yang terhambat serangan. Rumah sakit seperti Al-Shifa overload: dokter tanpa obat bius operasi luka bakar, sementara listrik cuma 4 jam sehari bikin inkubator mati dan bayi prematur berisiko. Dari 118 tewas, 40 anak di bawah 10 tahun, banyak tewas saat tidur di tenda pengungsi—gambar jenazah kecil berguling di tanah jadi viral di media sosial, picu air mata global.

Secara lebih luas, perang dua tahun ini tewaskan lebih dari 67 ribu jiwa secara langsung dan tidak langsung, termasuk ribuan akibat penyakit dan kelaparan. Ekonomi Gaza ambruk: pengangguran 80%, pertanian hancur, dan air bersih cuma 5 liter per orang per hari. Serangan ini juga picu migrasi paksa baru—10 ribu orang lari ke selatan, tapi Rafah sudah penuh. UNICEF bilang ini “neraka bagi anak-anak,” dengan trauma mental yang bakal hantui generasi. Di Israel, meski aman relatif, ketakutan roket bikin warga utara Gaza evakuasi massal. Dampaknya tak pandang sisi: perang ini curi masa depan dua bangsa, dengan Gaza yang paling hancur.

Respons Internasional: Dari Trump ke Kecaman UE

Panggilan Trump untuk ceasefire “segera” pada 4 Oktober jadi latar ironis serangan ini—Kantor Media Gaza sebut Israel “abaikan teman AS.” Trump, via X, tekan Netanyahu: “Akhiri sekarang, atau hadapi konsekuensi,” tapi proposal 20 poinnya—termasuk lepas sandera dan demiliterisasi—masih mandek di Kairo. Hamas siap deal asal tarik pasukan permanen, tapi Netanyahu tolak, bilang “tak ada kompromi dengan teroris.”

Uni Eropa kecam keras: Macron Prancis sebut serangan “tak proporsional,” desak embargo senjata, sementara Jerman—sekutu Israel—khawatir eskalasi regional. PBB, lewat Guterres, tuntut investigasi ICC atas “kejahatan perang potensial,” ingat surat perintah tangkap Netanyahu yang masih menggantung. Di Timur Tengah, Mesir blokir perbatasan Rafah lebih ketat, sementara Iran dukung Hamas diam-diam lewat proxy. Di AS, Rubio—diplomat top—soroti korban Israel tapi abaikan Gaza, picu kritik. Respons ini campur: solidaritas ke Israel atas anniversary, tapi kecaman ke serangan yang tewaskan sipil tak bersalah. Saat demo pro-Palestina meledak di London dan New York, tekanan ke Netanyahu naik—tapi ia pegang kendali, dengan koalisi far-right desak lanjutkan.

Kesimpulan

Serangan Israel yang tewaskan 118 orang di Gaza pada awal Oktober 2025 jadi noda kelam di anniversary dua tahun perang. Dari kronologi ledakan tak berujung, dampak kemanusiaan yang hancurkan Gaza, hingga respons global yang terbelah, ini momen di mana harapan damai Trump terancam pupus. Netanyahu mungkin lihat ini sebagai keharusan keamanan, tapi bagi warga Gaza, ia siklus penderitaan yang tak ada akhir. Dengan negosiasi Kairo masih bergulir, satu hal pasti: tanpa kompromi nyata, korban bakal tambah. Dunia harus tekan lebih keras—untuk sandera pulang, senjata diam, dan Gaza bangkit. Perang ini tak boleh abadi; damai, meski pahit, adalah satu-satunya jalan keluar. Saat jeritan Gaza bergema, pertanyaan besar: berapa nyawa lagi harus hilang sebelum cukup?

BACA SELENGKAPNYA DI…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *