Eks Presiden Prancis Divonis 5 Tahun karena Penggelapan Dana. Paris, 26 September 2025 – Dunia politik Prancis diguncang vonis berat yang menimpa mantan Presiden Nicolas Sarkozy. Pengadilan Pidana Paris hari Kamis kemarin (25/9) menjatuhkan hukuman lima tahun penjara tanpa penangguhan atas tuduhan konspirasi kriminal terkait penggelapan dana kampanye ilegal. Kasus ini melibatkan aliran dana jutaan euro dari rezim mendiang Muammar Gaddafi, pemimpin Libya yang terkenal kontroversial. Vonis ini bukan hanya pukulan telak bagi Sarkozy yang kini berusia 70 tahun, tapi juga menjadi preseden bersejarah: ia adalah mantan presiden Prancis pertama yang harus menjalani penjara seumur hidup pasca-pascaperang. Meski tim hukumnya langsung mengajukan banding, putusan ini langsung berlaku, dan Sarkozy berpotensi dijebloskan ke lembaga pemasyarakatan dalam waktu dekat. Skandal yang meletus sejak 2013 ini kembali mengingatkan betapa rapuhnya integritas di puncak kekuasaan, terutama saat nama besar seperti Sarkozy terlibat. BERITA BOLA
Siapakah Eks Presiden Prancis Tersebut: Eks Presiden Prancis Divonis 5 Tahun karena Penggelapan Dana
Nicolas Sarkozy bukan nama asing di panggung politik Eropa. Lahir di Paris pada 28 Januari 1955 dari ayah Hungaria imigran dan ibu Prancis keturunan Yunani Yahudi, ia tumbuh di lingkungan kelas menengah yang penuh ambisi. Karier politiknya dimulai di usia muda; pada 1981, ia terpilih sebagai walikota Neuilly-sur-Seine, kota kaya di pinggiran Paris. Sejak itu, laju karirnya kian pesat: dari Menteri Keuangan di era Jacques Chirac hingga pemimpin Partai Republik (sekarang Les Républicains). Puncaknya, Sarkozy terpilih sebagai Presiden Prancis pada 2007, mengalahkan Ségolène Royal dari Partai Sosialis. Masa jabatannya hingga 2012 penuh gejolak: ia memimpin Prancis keluar dari resesi global, mendorong reformasi ekonomi liberal, dan berperan aktif di Uni Eropa, termasuk menangani krisis utang Yunani. Sarkozy dikenal sebagai “Sarkozy si Amerika” karena gaya kepemimpinannya yang energik, pro-bisnis, dan pro-NATO—kontras dengan elit Prancis tradisional yang lebih konservatif.
Namun, di balik citra dinamis itu, Sarkozy selalu dikelilingi kontroversi. Ia sering dituduh terlalu dekat dengan kepentingan swasta, dan pasca-kepresidenan, kasus hukum bertubi-tubi menghantamnya. Pada 2021, ia divonis satu tahun penjara (dengan gelang elektronik) karena upaya suap hakim terkait kasus wiretapping. Tahun 2024, tambahan vonis atas penyalahgunaan dana kampanye 2012. Kini, kasus dana Libya ini menjadi puncak gunung es. Penyelidikan dimulai 2013 setelah putra Gaddafi, Saif al-Islam, menuduh ayahnya mendanai kampanye Sarkozy senilai jutaan dolar sebagai imbalan dukungan diplomatik. Pengusaha Lebanon Ziad Takieddine juga bersaksi membawa koper-koper berisi uang tunai dari Tripoli ke Paris. Meski Sarkozy selalu membantah, pengadilan yakin ia terlibat konspirasi sejak 2005, saat menjabat Menteri Dalam Negeri, hingga kampanye suksesnya 2007.
Berapa Total Kerugian Penggelapan Dana Tersebut
Inti kasus ini adalah aliran dana gelap yang merugikan keuangan publik dan integritas demokrasi Prancis. Pengadilan memperkirakan total dana ilegal yang mengalir dari Libya mencapai sekitar 60 juta euro, setara Rp967 miliar lebih pada kurs saat ini. Dana itu diduga disalurkan melalui perantara seperti Takieddine, yang mengaku mengirimkan lima koper berisi 1,5 juta euro per koper pada 2006-2007. Pembayaran ini berlanjut bahkan setelah Sarkozy menjabat presiden, sebagai “balas budi” atas lobi Prancis yang membantu Libya keluar dari isolasi internasional pasca-sanksi PBB.
Kerugian tak hanya finansial. Dana tersebut seharusnya tidak boleh melebihi batas kampanye resmi Prancis, yang saat itu sekitar 20 juta euro per kandidat. Penggelapan ini menyembunyikan sumber asli, membuat laporan keuangan kampanye palsu dan merusak transparansi pemilu. Selain itu, ada implikasi diplomatik: Prancis di bawah Sarkozy justru mendukung intervensi NATO yang menjatuhkan Gaddafi pada 2011, ironis mengingat “hutang” dana sebelumnya. Pengadilan memvonis Sarkozy bersalah hanya atas konspirasi, membebaskannya dari korupsi pasif dan penggelapan langsung, tapi hukuman tetap berat karena skala kerugiannya. Ini bukan sekadar angka; 60 juta euro mewakili pengkhianatan terhadap pemilih yang mempercayai kampanye 2007 sebagai kemenangan “bersih”.
Bagaimana Reaksi Masyarakat Prancis Mengenai Eks Presidennya
Vonis ini langsung memicu badai reaksi di Prancis, membelah masyarakat seperti pisau. Di sayap kanan, pendukung Sarkozy ramai menyerukan protes. Marine Le Pen, pemimpin Rassemblement National yang sendiri baru divonis atas penggelapan dana UE, menyebut putusan ini “ketidakadilan berbau politik” dari hakim sayap kiri. Ribuan demonstran berkumpul di Champs-Élysées, membawa spanduk “Liberté pour Sarkozy” dan menuduh sistem yudisial bias. Survei awal menunjukkan 45% responden sayap kanan merasa vonis ini upaya melemahkan oposisi jelang pemilu 2027.
Sebaliknya, kelompok sipil dan sayap kiri menyambut vonis sebagai kemenangan hukum. Organisasi seperti Anticor memuji independensi pengadilan, dengan pernyataan bahwa “ini bukti Prancis bukan republik feodal”. Media seperti Le Monde menyoroti bagaimana kasus ini membersihkan politik dari oligarki. Di jalanan Paris, warga biasa berbagi cerita di media sosial: seorang guru di Lyon bilang, “Akhirnya, yang kaya juga diadili.” Namun, ada nada kecewa juga—banyak yang khawatir vonis ini justru memecah belah lebih dalam, terutama dengan banding yang bisa berlarut-larut. Secara keseluruhan, reaksi mencerminkan polarisasi Prancis: bagi sebagian, Sarkozy adalah korban; bagi yang lain, simbol korupsi elite.
Kesimpulan: Eks Presiden Prancis Divonis 5 Tahun karena Penggelapan Dana
Vonis lima tahun penjara bagi Nicolas Sarkozy menutup babak kelam dalam sejarah politik Prancis, tapi juga membuka pertanyaan baru tentang keadilan di negeri itu. Dari figur karismatik yang memimpin Prancis melewati badai ekonomi, kini ia menghadapi sel tahanan—preseden yang bisa mengguncang elite masa depan. Meski banding mungkin meringankan, kerusakan reputasi tak tergantikan. Bagi Prancis, ini pelajaran berharga: transparansi kampanye harus diperketat, dan tak ada yang kebal hukum. Di tengah gejolak Eropa, vonis ini mengingatkan bahwa kekuasaan tanpa akuntabilitas hanya lahirkan skandal. Apakah ini akhir dari era Sarkozy, atau awal perlawanan yang lebih besar? Waktu akan jawab, tapi satu hal pasti: Prancis tak lagi sama.