Pemerintah Jerman Merencanai Peningkatan Personel Militer. Pada 14 November 2025, pemerintah koalisi Jerman mengumumkan rencana ambisius untuk tingkatkan personel militer Bundeswehr hingga 260.000 orang dalam satu dekade, melalui model layanan sukarela yang fleksibel tapi siap wajib jika diperlukan. Pengumuman ini, yang disetujui setelah berbulan-bulan perdebatan sengit, jadi langkah terbesar sejak era Zeitenwende Kanselir Olaf Scholz tiga tahun lalu. Di tengah ancaman Rusia yang mengintai Eropa dan komitmen NATO yang semakin mendesak, Jerman tak lagi main aman. Menteri Pertahanan Boris Pistorius sebut ini “perubahan paradigma” untuk pastikan negara siap hadapi krisis. Bagi masyarakat Jerman yang damai pasca-Perang Dunia II, rencana ini campur antara kebanggaan nasional dan kekhawatiran akan kembalinya elemen wajib—tapi satu hal pasti: Berlin serius bangun kekuatan pertahanan yang kuat. REVIEW FILM
Latar Belakang Rencana Peningkatan: Pemerintah Jerman Merencanai Peningkatan Personel Militer
Rencana ini lahir dari urgensi geopolitik yang tak terelakkan. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, Jerman sadar Bundeswehr yang lemah—hanya 180.000 personel aktif saat itu—tak cukup lindungi Eropa. Scholz langsung umumkan dana khusus 100 miliar euro untuk modernisasi, dorong pengeluaran pertahanan capai 2 persen PDB, dan capai target NATO. Tapi jumlah pasukan jadi titik lemah: rekrutmen sukarela mandek di 20.000 per tahun, jauh di bawah kebutuhan 5.000 tambahan tahunan untuk capai 203.000 pada 2025.
Debat internal koalisi—antara SPD, Hijau, dan FDP—panjang dan pedas. Pistorius, mantan pengusaha yang tegas, dorong model hybrid: sukarela utama, tapi daftar wajib untuk pria usia 18 tahun mulai Januari 2026. Ini bukan wajib militer penuh seperti era Perang Dingin, tapi mekanisme cadangan yang bisa aktif jika NATO minta bantuan. Latar belakangnya jelas: survei menunjukkan 60 persen warga Jerman dukung peningkatan pertahanan, tapi hanya 30 persen mau wajib total. Rencana ini jadi kompromi cerdas, sejalan dengan strategi Eropa yang lebih mandiri pasca-ketergantungan AS di bawah Trump. Bagi Jerman, yang anggap dirinya “pacifist konstitusional”, ini shift besar—dari penekanan diplomasi ke kesiapan militer nyata.
Detail Model Layanan dan Target Personel: Pemerintah Jerman Merencanai Peningkatan Personel Militer
Model baru ini sederhana tapi inovatif. Mulai 2026, semua pria wajib daftar online via aplikasi Bundeswehr, di mana mereka pilih opsi: layanan penuh 12 bulan, parsial enam bulan, atau cadangan sipil seperti pelatihan cyber. Wanita boleh ikut sukarela. Target awal: tambah 20.000 personel tahun depan, capai 200.000 aktif pada 2027, dan 255.000-260.000 total—termasuk cadangan—pada 2035. Ini butuh rekrutmen agresif: iklan di sekolah, insentif gaji 3.000 euro per bulan untuk pemula, dan program pelatihan singkat untuk pekerja paruh waktu.
Fokus bukan cuma kuantitas, tapi kualitas. Pistorius rencanakan 40 persen personel baru di bidang cyber dan drone, sesuaikan ancaman modern seperti perang hibrida Rusia. Anggaran 2026 naik 10 miliar euro untuk rekrutmen, termasuk kampanye “Jadi Bagian dari Keamanan Eropa”. Implementasi bertahap: uji coba di Bavaria dan Hamburg mulai musim semi, dengan evaluasi tahunan. Jika rekrutmen sukarela gagal capai 80 persen target, pemerintah bisa aktifkan undian wajib untuk 10.000 pemuda per tahun. Ini fleksibel, tapi tegas—Jerman tak mau ulangi kesalahan pasca-Perang Dingin, di mana pasukan dipangkas drastis dan tinggalkan lubang sekarang.
Reaksi Masyarakat dan Tantangan Politik
Reaksi campur aduk, tapi mayoritas positif. Survei awal tunjukkan 55 persen dukung model ini, terutama di kalangan muda yang lihat militer sebagai karir stabil di tengah pengangguran 6 persen. Partai Hijau puji sebagai “pertahanan berkelanjutan”, sementara FDP tekankan elemen sukarela untuk hindari “militarisme”. Tapi oposisi AfD sebut ini “langkah menuju wajib total”, manfaatkan ketakutan imigran dan pajak naik. Masyarakat sipil, seperti kelompok pacifist, protes di Berlin dengan spanduk “Frieden statt Panzer”—damai bukan tank—khawatir ini erosi konstitusi pasifis.
Tantangan nyata: demografi Jerman yang menua, dengan populasi usia militer turun 20 persen sejak 2000, bikin rekrutmen sulit. Plus, skandal pengadaan senjata masa lalu rusak kepercayaan, meski Pistorius janji transparansi. Politik luar negeri tambah rumit: Prancis dan Polandia dukung, tapi AS di bawah Trump mungkin tekan Jerman bayar lebih untuk NATO. Secara internal, koalisi harus jaga keseimbangan—jika rekrutmen gagal, tekanan wajib bisa pecah persatuan. Tapi bagi banyak analis, ini momentum: Jerman yang kuat bikin Eropa lebih aman, kurangi ketergantungan pada Washington.
Kesimpulan
Rencana peningkatan personel militer Jerman jadi tonggak penting di era ketidakpastian Eropa, dengan model sukarela yang pintar tapi siap wajib untuk capai 260.000 pasukan. Dari latar Zeitenwende hingga target 2035, ini tunjukkan Berlin serius ambil peran pemimpin pertahanan. Reaksi positif mayoritas, meski tantangan demografi dan politik mengintai, beri peluang bagi Pistorius buktikan visinya. Di akhir 2025, langkah ini ingatkan: keamanan tak datang gratis, tapi dengan komitmen kolektif, Jerman bisa jadi benteng Eropa yang tangguh. Ke depan, suksesnya tergantung rekrutmen awal—dan kemauan generasi muda ikut bangun masa depan yang aman.