Presiden Iran Sedang Inginkan Perdamaikan Segera Dilaksanakan. Pagi Minggu di Teheran, 9 November 2025, Presiden Iran Masoud Pezeshkian kembali tekankan keinginan kuat negaranya untuk perdamaian segera di Timur Tengah, terutama di Gaza dan perbatasan Lebanon. Dalam wawancara eksklusif dengan media nasional, Pezeshkian sebut “kami siap dialog tanpa syarat, tapi tak akan tunduk pada paksaan eksternal”—pernyataan yang datang pasca penolakannya undangan ke KTT Perdamaian Gaza di Sharm El-Sheikh Oktober lalu. Sebagai pemimpin moderat yang terpilih Juli 2024, Pezeshkian dorong negosiasi nuklir dengan AS dan gencatan senjata abadi di Palestina, tapi tegas ulangi Iran tak akan korbankan hak kedaulatannya. Pernyataan ini langsung picu reaksi campur: dukungan dari negara Arab, tapi kecaman dari Israel yang sebut “hipokrit”. Di tengah ketegangan regional—dari serangan Israel di Lebanon hingga sanksi snapback AS—Iran lagi posisikan diri sebagai penjaga perdamaian, meski militer mereka tetap siaga. Dengan pemilu AS mendekat dan Trump janji tekanan maksimal, keinginan Pezeshkian ini jadi panggilan darurat: perdamaian sekarang, atau eskalasi panjang. BERITA TERKINI
Pernyataan Pezeshkian yang Langsung dan Strategis: Presiden Iran Sedang Inginkan Perdamaikan Segera Dilaksanakan
Pernyataan Pezeshkian pagi ini tak main-main; ia ulangi posisi Iran di forum internasional, sebut “perdamaian segera di Gaza bukan pilihan, tapi keharusan—kami siap fasilitasi tanpa intervensi asing”. Ini lanjutan pidato UNGA 24 September lalu, di mana ia tekankan stabilitas kawasan lewat dialog, bukan senjata. Pezeshkian, mantan menteri kesehatan yang moderat, tolak undangan KTT Sharm El-Sheikh 13 Oktober karena “dipimpin pihak yang bias”—maksudnya Trump yang janji dukung Israel tanpa syarat. Tapi ia buka pintu: “Iran tak cari konflik, kami tawarkan mediasi netral untuk gencatan senjata abadi.”
Strateginya jelas: posisikan Iran sebagai penengah, bukan agresor. Ia sebut sanksi AS “kontraproduktif” dan dorong negosiasi nuklir JCPOA baru, janji transparansi IAEA tukar cabut embargo minyak. Ini beda dari pendahak Raisi yang lebih konfrontatif; Pezeshkian manfaatkan reformis internal untuk kuatkan ekonomi Iran yang stagnan 2 persen GDP. Pernyataan ini langsung respons serangan Israel di Lebanon 8 November yang tewaskan tiga warga—ia sebut “agresi Netanyahu ancam perdamaian, dunia harus campur tangan”. Di Teheran, warga sambut: survei lokal tunjukkan 65 persen dukung diplomasi Pezeshkian, meski militer tetap siaga.
Reaksi Regional dan Internasional yang Campur: Presiden Iran Sedang Inginkan Perdamaikan Segera Dilaksanakan
Reaksi regional langsung hangat dari negara Arab: Mesir dan Yordania puji “inisiatif damai Iran”, sementara Saudi Arabia tawarkan dialog trilateral untuk Gaza. Hamas sebut Pezeshkian “suara Palestina”, tapi Israel kecam keras: Netanyahu bilang “Iran lindungi teroris, perdamaiannya palsu”. AS, via Blinken, sebut “pantau, tapi sanksi tetap”—Trump tweet: “Iran bicara damai, tapi punya nuklir rahasia”. PBB sambut: Sekjen Guterres bilang “dorong dialog, Iran bisa jadi jembatan”.
Internasional campur: Eropa, via Macron, dukung negosiasi JCPOA, sementara Rusia dan China janji veto sanksi snapback di Dewan Keamanan. Di Iran, oposisi domestik kritik Pezeshkian “terlalu lunak”, tapi basis reformisnya kuat—demonstrasi pro-perdamaian di Teheran tarik 20 ribu orang. Reaksi ini tunjukkan posisi Iran: dari paria jadi potensi mediator, tapi syaratnya tegas—cabut sanksi dulu. Di kawasan, ini bisa percepat gencatan Gaza, tapi kalau gagal, eskalasi Lebanon bisa meledak.
Implikasi untuk Diplomasi Iran dan Timur Tengah
Keinginan perdamaian segera Pezeshkian implikasi luas bagi Iran dan kawasan: domestik, ia kuatkan legitimasi reformis, dengan ekonomi minyak yang butuh ekspor bebas sanksi—target 2 juta barel per hari. Diplomatik, ini buka pintu JCPOA 2.0: Iran janji batasi pengayaan uranium 60 persen tukar bantuan 50 miliar dolar. Bagi Timur Tengah, perdamaian Gaza bisa stabilkan Lebanon—Pezeshkian tawarkan bantuan rekonstruksi 1 miliar dolar untuk Beirut pasca-serangan Israel.
Tapi risiko ada: kalau Trump tolak, sanksi snapback bisa hantam GDP Iran 5 persen. Israel khawatir mediasi Iran kuatkan Hamas, sementara AS lihat ini peluang tekan nuklir. Implikasi jangka panjang? Iran bisa jadi pemain utama BRICS, dengan perdamaian jadi kartu tawar. Di akhir 2025, pernyataan Pezeshkian ini titik balik—dari isolasi jadi dialog, asal dunia respons positif.
Kesimpulan
Presiden Iran Masoud Pezeshkian inginkan perdamaian segera adalah panggilan darurat di tengah ketegangan: dari pernyataan strategis hingga reaksi campur global, ini posisikan Iran sebagai penengah potensial. Implikasinya besar—ekonomi pulih, kawasan stabil—tapi butuh komitmen semua pihak. Di Timur Tengah yang rapuh, suara Pezeshkian wakili harapan: dialog sekarang, bukan eskalasi. Saat Trump masuk, pintu terbuka—atau tertutup. Iran siap bicara; dunia harus dengar sebelum terlambat. Perdamaian bukan mimpi; itu pilihan sadar.