warga-australia-di-kapal-gaza-diperlakukan-buruk-oleh-israel

Warga Australia di Kapal Gaza Diperlakukan Buruk Oleh Israel. Di tengah blokade Gaza yang kian ketat, insiden Global Sumud Flotilla jadi sorotan dunia pada awal Oktober 2025. Armada 40 kapal bantuan dari 44 negara, membawa 450 aktivis termasuk Greta Thunberg, dicegat angkatan laut Israel dekat pantai Gaza pada 2 Oktober. Di antara para penumpang, tujuh warga Australia kini hadapi tuduhan berat: perlakuan buruk selama penahanan di penjara Ketziot selatan Israel. Laporan ke Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) ungkap pemukulan, ancaman pelecehan seksual, dan kondisi tidak manusiawi—semua yang picu kemarahan keluarga dan tuntutan pembebasan segera. Saat deportasi Thunberg ke Yunani berlangsung, Australia tekan Israel untuk perlakuan adil, tapi tuduhan ini tambah retak hubungan bilateral. Artikel ini kupas kronologi penahanan, detail mistreatment, dan respons global—di saat krisis Gaza bunuh ribuan jiwa dan blokade bikin bantuan macet. BERITA TOGEL

Kronologi Flotilla dan Proses Penahanan: Warga Australia di Kapal Gaza Diperlakukan Buruk Oleh Israel

Global Sumud Flotilla berlayar dari pelabuhan Eropa akhir September, muat makanan, obat-obatan, dan alat medis untuk Gaza yang kelaparan. Armada ini, didukung Global Movement for Gaza, tuntut angkat blokade Israel yang sejak 2007 batasi akses bantuan. Pada 2 Oktober, kapal-kapal dicegat 70 mil dari pantai—Israel sebut itu “upaya provokasi Hamas”. Aktivis ditangkap tanpa perlawanan signifikan, tapi kekacauan meledak saat transfer ke kapal militer Israel.

Tujuh warga Australia—Surya McEwen (aktivis lingkungan NSW), Juliet Lamont (filmmaker), Hamish Paterson (guru), Abubakir Rafiq, Bianca Webb-Pullman, Cameron Tribe, dan satu lagi—naik kapal berbeda tapi alami nasib serupa. Mereka dibawa ke penjara Ketziot, fasilitas militer yang dikenal keras. Proses deportasi mulai 3 Oktober: 171 aktivis, termasuk Thunberg, dikirim ke Yunani, Slovakia, Spanyol, dan Tunisia. Tapi Australia tertunda—DFAT kunjungi langsung 4 Oktober, tapi keluarga sebut akses terbatas. Menteri Pertahanan Richard Marles bilang pemerintah sudah ingatkan warga jangan langgar blokade, tapi kini fokus bantu konsuler. Kronologi ini tunjukkan: dari misi kemanusiaan ke penjara dalam 48 jam, dengan tuduhan kekerasan mulai saat penangkapan.

Tuduhan Mistreatment yang Mengguncang: Warga Australia di Kapal Gaza Diperlakukan Buruk Oleh Israel

Laporan DFAT ke keluarga ungkap cerita mengerikan dari para Australia. Surya McEwen, 35 tahun, tuduh alami pemukulan brutal: dipukul, lengan dislokasi, kepala dibanting ke beton, plus ancaman pelecehan seksual oleh penjaga. Ibu Jacinta McEwen bilang, “Dia disiksa karena coba beri makan orang kelaparan”—klaim yang didukung saudaranya Anandan, sebut Surya “orang biasa yang peduli”. Juliet Lamont, 60-an, cerita disemprot water cannon saat naik kapal, basah kuyup ditahan di ruang pengap tujuh jam, kepala didorong ke bawah berulang, dan obat tekanan darahnya dirampas—bikin ia dehidrasi, pusing, dan lemah.

Hamish Paterson laporkan pemukulan bahu dan rusuk saat intersepsi, lanjut dengan tamparan dan jeritan di penjara untuk ganggu tidur. Yang lain sebut air kotor berbau busuk, makanan diragukan racun, tanpa tisu toilet, dan dipaksa “menari seperti monyet” di depan Menteri Keamanan Itamar Ben-Gvir yang panggil mereka “pendukung pembunuh”. Kondisi umum: ditahan di “kandang besar” dystopian, diputar video serangan Hamas 7 Oktober berulang keras, plus paspor Surya disobek halaman. Aktivis lain seperti Thunberg sebut duduk berjam-jam di lantai keras berinfeksi, tanpa air dan makanan cukup. Tuduhan ini bukan isapan jempol—DFAT konfirmasi laporan via saluran aman, meski tolak detail demi privasi.

Respons Australia, Israel, dan Internasional

Pemerintah Australia gerak cepat tapi hati-hati. Menteri Luar Negeri Penny Wong sebut DFAT beri bantuan penuh, termasuk kunjungan tatap muka dan tuntut perlakuan sesuai norma internasional. Tapi keluarga frustrasi: Judy Paterson (ibu Hamish) bilang “pemerintah lambat bertindak”, sementara pengacara Jen Robinson (eks tim Assange) panggil pembebasan segera. Australia tolak tuduhan aktivis “provokator”, tapi ingatkan warga hindari zona berisiko.

Israel tegas tolak: Kementerian Luar bilang “klaim mistreatment bohong total”—semua hak dipenuhi, termasuk air, makanan, medis, dan toilet. Mereka sebut satu aktivis gigit medis wanita, tapi tak ada kekerasan lain. Ben-Gvir tweet foto aktivis di penjara, sebut “pendukung teroris”. Internasional geram: PBB kutuk intersepsi sebagai “blokade ilegal”, UE tuntut investigasi, dan kelompok hak asasi seperti Human Rights Watch sebut kondisi “menghina”. Thunberg, usai deportasi, bilang di Athena: “Kami diperlakukan seperti hewan.” Australia, sebagai sekutu Israel, hadapi tekanan domestik—demo di Sydney tuntut Wong tegas. Respons ini campur diplomasi dan kemarahan, dengan deportasi Australia diharap selesai minggu ini.

Kesimpulan

Tuduhan perlakuan buruk terhadap tujuh warga Australia di Global Sumud Flotilla ungkap sisi gelap blokade Gaza: dari misi bantuan jadi mimpi buruk penjara. Kronologi penahanan cepat, mistreatment brutal seperti pemukulan Surya dan dehidrasi Juliet, plus respons campur aduk dari Israel dan Australia, tunjukkan ketegangan global yang membara. Di 7 Oktober 2025, saat deportasi lanjut dan DFAT tekan, harapan pudar bagi Gaza yang butuh bantuan darurat. Bagi Australia, ini ujian: dukung warga tanpa rusak aliansi. Intinya, flotilla ini ingatkan—kemanusiaan tak boleh jadi korban politik. Saat aktivis pulang, tuntutan reformasi blokade harus bergema lebih keras, biar tak ada lagi cerita seperti ini.

 

BACA SELENGKAPNYA DI..

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *